Review(-review an): The Shape of Water

got it from variety

Waktu pertama kali tau ada film ini, gue, sebagai orang yang suka sama hal-hal aneh dan ngefans sama semua pajangan dan isi rumahnya Guillermo del Toro tentu sangat amat excited untuk nonton film ini. Manusia jatuh cinta sama makhluk dalem air. Gimana bisa premise yang hanya sekalimat itu nggak bikin lo pada penasaran?

***

So, setelah menunda lama karena belum HD, kemudian sub-nya masih ngaco (maklum gue walau ngerti bahasa Inggris nggak bisa nonton film nggak pakai sub bahasa Inggris karena ngga mudeng gitu omongannya, KECUALI untuk film rom-com, karena kalimatnya easy to understand), akhirnya, semalem (1/4) gue menganaktirikan tugas dari kantor dan milih nonton The Shape of Water, di website tentunya karena gue nggak mungkin bakal sempet ke bioskop (padahal kata temen gue lagi tayang) dan gue takut kalau nunda-nunda pun percuma keburu turun dari layar. Hmm maaf ya banyak alesannya, hahaha.

***

Dari awal mulai filmnya sangat amat memberikan vibes yang teduh mendayu-dayu layaknya opening film-film dongeng, yang udah lama, i don't know tapi vibes-nya tuh beneran dongeng banget menurut gue, tapi bedanya dongeng kali ini sangat bleak, raw, and dark.

Dikisahkan seorang wanita bisu bernama Elisa yang kerja di tempat (somekind of tempat penelitian negara atau apa ya gue juga engga tau hehe) tersebut sebagai seorang cleaning service, disitu ia berteman dengan Zelda, her only friend and bestfriend. Just like a fairy tale i told you, a princess always has a friend. Bedanya kalau di dongeng biasanya dia temenan sama binatang atau makhluk-makhluk yang tidak serupa dengan dirinya. Elisa memiliki keseharian yang monoton. Bangun tidur karena dering alarm - rebus telor - mandi (dan masturbate, yes it is her daily routine in the movie) - and then she watches movie with her roomate or neighbor i still confuse who he was - berangkat kerja - kerja - then pulang di bis - sampai rumah tidur lagi. 

Until...

Dia ketemu dengan the Thing ini. Elisa ngerasa punya teman yang 'sama' kaya dia, dimana teman barunya ini ngga tau kalau dia punya kekurangan, dan lain sebagainya. Jadilah Elisa pun punya feeling yang kuat dengan the Thing ini.

Nggak akan cerita tentang kisah selanjutnya gimana yang jelas pasti ada rintangan untuk seorang putri bisa sama-sama dengan pangeran untuk akhir yang bahagia.

***

Yang gue nikmati dari film ini adalah betapa calm-nya Guillermo del Toro ngegambarin ini semua, alunan musik yang indah, dialog yang sederhana namun lagi-lagi.. indah, dan tentu saja sinematografi yang apik menurut gue bener-bener kaya dongeng yang real gitu gimana sih? Susah deskripsiinnya.

Cuma, yang gue kurang srek sama film ini adalah film ini terlalu sepi menurut gue, jadi gimana ya, real sih filmnya, tapi karakternya sepi banget, kaya dikit aja gitu? Jadi kaya nggak nyata tapi nyata.. bingung kan. Hahaha.

Terus cara dia gambarin villainnya juga layaknya di film dongeng-dongeng, mereka jahat banget tapi nggak akan bisa sejahat itu atau in other words tidak se-mengancam itu, idk apa gue yang aneh dan merasa seperti itu atau kalian juga paham maksud gue apa.

Beberapa scene terasa aneh namun termaafkan, karena lagi-lagi gue terbawa alurnya yang sangat fairy-tale like ini, huehehe. Menurut gue kalau boleh di kritik agak aneh adegan dimana mereka membawa kabur the Thing itu, mereka terlalu lemah dan disini digambarin bahwa the Thing ini bener-bener terjaga banget kan, harusnya? Tapi ya nggak apa sih, orang dewasa juga butuh emang tontotan yang kaya gini. Dongeng tapi nggak buat bocah.

***

Cukup sekian dan terima kasih atas siapapun yang mungkin baca ini, tulisan ini saya buat ketika makan siang dan belanjut hingga jam dua siang karena boss saya belum balik-balik ke atas. LOL.

"Unable to perceive the shape of you,
I find you all around me.
Your presence fills my eyes with your love.
It humbles my heart, for you are everywhere."


Comments

Popular Posts